Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak

 Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak

Catatan Tahunan (CATAHU) merupakan hasil laporan dari komisi perlindungan perempuan dan anak yang mana hasil berbagai laporan yang terjadi beberapa tahun terakhir.komnas perempuan ini menarik berbagi institusi yang ada dalam pemerintahan seperti PN,BADILAG,UPPA,DLL.dalam data CATAHU dalam kurun 2008 - 2019 kasus terhadap perempuan terus meningkat tajam meningkat hingga 792%(hampir800%) artinya kekerasan tehadap perempuan di indonesia semakin lama semakin memburuk,kondisi perempuan di Indonesia jauh dari kata aman.

dari data CATAHU kekerasan pada anak perempuan usia kurang dari18 tahun paling rentan terjadi kekerasan selama 3 tahun terakhir 7 anak per 1.000.000 kurang dari 18 tahun,Dengan kata lain dua anak menjadi pelaku kekerasan setiap harinya.

Kecenderungan Kekerasan Seksual terjadi pada relasi pacaran dengan latar belakang pendidikan paling tinggi SLTA, baik sebagai korban maupun pelaku. Kondisi ini disebabkan kurangnya pemahaman seksualitas dan kesehatan reproduksi di usia seksual aktif sehingga perempuan rentan menjadi korban kekerasan seksual. Oleh karena itu pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (Pendidikan Seksualitas Komprehensif) dalam kebijakan pendidikan di indonesia sangat dibutuhkan.

Kasus kasus di ranah Negara terbagi menjadi dua yaitu act of commission - pelanggaran terhadap kewajiban negara yang lahir dari instrumen-instrumen HAM yang dilakukan dengan perbuatan nya sendiri. Negara menjadi pelaku langsung, seperti 2 kasus yang dilaporkan oleh Aliansi Jurnalis Indonesia yaitu serangan kepada jurnalis ketika melakukan liputan yang dilakukan oleh aparat hukum, lalu beberapa kasus kekerasan fisik berupa pemukulan yang dilakukan oleh oknum Satpol PP ketika terjadi penggusuran dan sengketa tanah, tuduhan afiliasi dengan organisasi terlarang (stigma teroris), serta kasus persamaan di depan hukum untuk kasus kurir narkoba.Lalu yang kedua adalah Act of Ommission (pembiaran-tindakan untuk tidak melakukan apapun) yang berarti pelanggaran terhadap kewajiban negara yang lahir dari instrumen-instrumen HAM yang dilakukan oleh karena kelalaian dari suatu negara. Contoh-contoh kasus yang dilaporkan tahun 2019 antara lain pelanggaran hak dasar, kesulitan mengakses hak kesehatan berkaitan dengan BPJS dan pelanggaran hak administrasi kependudukan.

Data mengenai karateristik korban dan pelaku ada di kisaran 25-40 tahun dapat diartikan bahwa angka kekerasan dapat terjadi diantara usia produktif.kasus kekerasan pada perempua yang terjadi pada tahun 2019 KTI (kekerasan terhadap istri) 462 kasus merupakan kasus yang paling banyak di lakukan kekerasan dalam pacaran – KDP (193 kasus), kekerasan mantan pacar (106), kekerasan mantan suami/KMS (43), KDRT/RP Lain (28 kasus). KDRT/RP lain seperti:kekerasan terhadap menantu, sepupu, kekerasan oleh kakak/adik ipar atau kerabat lain. Dan sebanyak 17 kasus adalah kasus Pekerja Rumah Tangga (PRT).

bentuk kekerasan juga ditemui dengan kejahatan cyber crime sperti kasus perceraian pasutri di Bekasi sang suami melarang istrinya bertemu dengan anak anaknya dan menyebarkan foto bugilnya ke kerabat kerja istrinya,untuk meredam tingkah suamninya istrinyapun mencabut gugatan perceraiannya dan kembali ke rumah.

KDRT yang dialami istri ini terjadi setiap tahun dengan berbagai kompleksitas namun penanganan kepada korban masih kurang maksimal. Dalam persoalan ini menunjukkan adanya ketimpangan relasi gender dalam rumah tangga dimana relasi kuasa dikendalikan oleh pihak suami. Bahkan pola kekerasan tidak hanya berhenti saat korban masih dalam status perkawinan,tetapi juga pasca perceraian. Hal ini yang terdapat dalam kasus kekerasan oleh mantan suami (KMS) yang mayoritas dalam bentuk perebutan hak asuh anak dan persoalan harta gonogini,lainnya ialah perempuan dikejar-kejar oleh bank/rentenir untuk membayar hutang mantan suami,serta cybercrime mantan suami menyebarluaskan foto maupun video seks mantan istri ke media sosial.

kesimpulan bahwa setiap kasus kejahatan perempuan dan anak terjadi di segala umur baik dari usia muda hingga usia dewasa,kekerasan terhadap perempuanpun tidak melihat status pendidikan semua terjadi dari bebagai latar belaknang pendidikan namun dalam kasus ini negara kita masih kekurangan institusi yang dipayungi langsung oleh hukum negara dan para korban takut untuk melaporkan kekerasan terhadap yang berwenang karna takut dengan cemoohan orang dan ancaman yang mana dinegara kita masih kurang perlindungan terhadap korban.

mungkin sekian ringkasan dari saya apabila ada kekurangan dan salah kata mohon di maaf

Universitas Budi Luhur

Comments